BPM FKIP adakan kegiatan bedah buku “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa”

Gerakan mahasiswa lahir dan hadir untuk menjadi penyambung suara rakyat. Mahasiswa adalah maha dari siswa yang memiliki peran sangat penting yaitu sebagai Agent Of Change atau agen perubahan. Sebagai mahasiswa tidak hanya menambah pengetahuan intelektual, tetapi diharapkan mampu membuat suatu perubahan nyata bagi bangsa Indonesia menuju kedalam kehidupan yang lebih baik.

Menyikapi hal ini sabtu (15/10) Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember menggelar kegiatan webinar bedah buku dengan tema “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa (karya ; Eko Prasetyo)”.  Menghadirkan dua pemateri yaitu Eko Prasetyo dan Hadi Makmur, S.Pd., MAP.

Sesuai dengan tema kegiatan bedah buku karya Eko Prasetyo hadir sebagai pemateri pertama Eko menyampaikan alasan adanya buku ini ialah untuk memberikan jawaban tentang pergerakan mahasiswa. Ada tiga pertanyaan penting ketika menulis buku ini pertama apakah benar mahasiswa adalah suatu kekuatan perubahan sosial dimasa depan? karena ada banyak kekuatan politik yang sekarang ini bekerja untuk perubahan disamping gerakan mahasiswa, dalam bahasa sederhana apa relevansi gerakan mahasiswa dalam suasana politik hari ini. Kedua, buku ini mencoba menjawab mungkinkah sistem atmosfer kampus seperti sekarang ini bisa memunculkan gerakan mahasiswa yang signifikan? sebagaimana di masa sejarah yang lalu. Ketiga, apakah relevansi gerakan mahasiswa untuk menjawab persoalan-persoalan itu sendiri?. Buku ini mencoba untuk melihat seberapa relevan dalam suasana yang berbeda itu serta gerakan mahasiswa bisa tampil dalam proses pembaharuan politik yang situasinya saat ini berbeda.

“Anak yang aktif didunia gerakan maka ia akan punya banyak pengalaman dan akan menemukan banyak sekali implikasi-implikasi dimasa depan yang nantinya bisa memberikan keberhasilan kepada anak yang ikut dalam gerakan. Selain itu Kampus harus memberikan kesempatan untuk mendorong mahasiswanya untuk aktif” ujar Eko

Sebenarnya ketika anak itu memutuskan menjadi mahasiswa dia dibayangin adalah satu harapan. Pada era-era sebelumnya mahasiswa itu adalah kasta kelas sosial yang sangat istimewa karena tidak semua orang bisa duduk sebagai mahasiswa. Bukan sekedar kesempatannya terbatas tetapi juga ada istilah idealisme. “Makna idealissme dalam dunia mahasiswa sebenarnya mereka melihat dunia itu menurut apa yang mereka ingin lihat dan ada satu nilai yang ingin dibangun oleh mahasiswa dan nilai itu sangat bertentangan dengan apa yang mereka lihat sehari-hari” ujar Eko.

Dalam buku gerakan mahasiswa Idealisme itu sesuatu yang sulit karena idealisme itu selalu sejajar dengan realitas. Pada hari ini mahasiswa berhadapan satu situasi yang sagat berbeda dengan mahasiswa dulu. “ Saya melihat Yang membedakan mahasiswa angkatan saya diera 90-an dengan sekarang ialah atmosfer sosial yang sangat berbeda misalnya dulu mengajak orang untuk membaca itu gampang karena  belum ada handphone dan sosial media jadi tempat pelarian mahasiswa adalah membaca buku sehingga akan memperbanyak referensi, meningkatkan kepercayaan diri, serta menambah pengetahuan. Jika dibandingkan sekarang mengajak mahasiswa untuk membaca buku tidaklah mudah karena disaingin oleh arus media sosial yang begitu deras” ujar Eko.

Mahasiswa harus didorong untuk menjadi aktivis “Saya merasa mahasiswa harus menjadi aktivis karena ada suasana darurat yang melanda pada hari ini yatu suasana demokrasi yang sedang dihancurkan baik melalui amputasi lembaga parlemen, lembaga-lembaga progresif seperti kpk, mahkamah konstitusi, dan juga demokrasi makin terancam. Faktor ini menurut saya membuat mahasiswa harus didorong keberaniannya untuk menjadi aktivis” Ujar Eko.

Melihat bagaimana suasana-suasana politik yang sedang menurun drastis yang nantinya memberikan efek sosial dan  kebudayaan yang akan berbahaya dimasa depan. Mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial untuk meluruskan suasana ini. Pada buku pengantar bangkitlah gerakan mahasiswa dijelaskan karena pada sejarahnya mahasiswa diberi kesempatan historis yang besar untuk memerankan intervensi-intervensi seperti itu karena mahasiswa punya pengalaman, pengetahuan, kesempatan yang membuat mereka dipaksa dan dituntut oleh sejarah menjadi agen perubahan. “Saya yakin bahwa peluang gerakan mahasiswa untuk tampil dalam sejarah perubahan akan muncul dan itu sudah dibuktikan 4 atau 5 tahun yang lalu” umgkap Eko.

Pada pemateri kedua menjelaskan Yang paling mendasar dari buku ini ialah menanyakan dan sekaligus sebuah harapan tentang keberadaan mahasiswa. Gerakan mahasiswa harus dijadikan gerakan yang ideologi. Setiap langkah atau tindakan mahasiswa penuh dengan tindakan yang bisa meyakini bahwa yang baik dan tidak itu nyata.

Sesi pemaparan dilanjutkan dengan diskusi. Salah satu pertanyaan muncul dari Edo Saputra yang berasal dari kampus Sumatera Selatan yang mempertanyakan kondisi mahasiswa sekarang cenderung apatis tidak peduli dengan lingkungan sekitar kita, bagaimana solusi atau mengubah cara berpikir mahasiswa yang apatis menjadi kritis? Menurut Eko dapat dilakukan dengan cara memotivasi mahasiswa untuk mengikuti sebuah gerakan mahasiswa.  Terlebih dahulu harus bisa meyakini diri sendiri untuk menjadi aktivis dengan begitu akan dapat mempengaruhi yang lain untuk terlibat dalam gerakan. Harus bisa memotivasi diri sendiri untuk menjadi aktivis itu penting dan mempengaruhi yang lain untuk terlibat dengan cara menampilkan kelebihan-kelebihan dari mengikuti gerakan dan meyakini bahwa orang yang lebih aktif dalam sebuah gerakan akan lebih sukses dibandingkan orang yang tidak aktif. Mereka akan lebih mandiri, lebih mudah diajak kerja sama, serta akan memiliki keterampilan-keterampilan dan kecerdasan emosional yang baik.

Pertanyaan juga diajukan oleh Devi Ainur Rohmah yang menanyakan apa yang menjadi motivasi penulis untuk menulis buku bangkitlah gerakan mahasiswa ini, yang isinya benar-benar real dengan kenyataan yang ada pada kehidupan mahasiswa dan bagaimana cara agar bisa menciptakan sebuah tulisan-tulisan yang isinya real dengan kenyataan yang sedang terjadi? Menanggapi pertanyaan tersebut menjadi seorang penulis harus berawal dari keresahan, kegelisahan dengan situasi yang saat itu dialami, serta harus marah dengan keadaan. “Saya melihat dunia kampus yang sangat pragmatis, sangat hedonistik, serta sangat tidak menghargai akal sehat membuat saya khawatir jika pusat pengetahuan saja berlaku seperti ini maka apa yang terjadi dimasa depan jadi keresahan itulah yang membuat saya menulis buku ini” jawab Eko.

Sementara itu menurut ketua panitia Sinta Nur Fadatur Rohma pada sambutannya kemarin menyampaikan mahasiswa memiliki peranan yang penting untuk membawa sebuah perubahan. “Acara ini bermaksud untuk membuka cakrawala teman-teman mahasiswa semuanya tentang kewajiban kita sebagai Agent Of Change yang akan membawa perubahan. Oleh karena itu apabila ada sebuah keresahan, keluhan, mapun ketidaknyamanan tentang kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, maka kita harus bergerak dan bersuara. Dan apabila kita tidak bergerak maka apa itu agen perubahan jika kita terus berhenti dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitar seta keadaan sosial masyarakat” ujar Sinta. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui zoom cloud meeting yang diikuti oleh 60 leboh peserta.