JEMBER – Sebanyak 88 mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Jember (Unej) telah merampungkan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 3 untuk mata kuliah Analisis dan Aplikasi Ilmu Geografi. Kegiatan yang berlangsung selama empat hari, dari 29 Oktober hingga 1 November 2025, ini bertujuan untuk menjembatani teori perkuliahan dengan fenomena nyata di lapangan.
Rombongan mahasiswa didampingi oleh tujuh dosen pendamping, yaitu Dr. Fahrudi Ahwan Ikhsan, S.Pd., M.Pd., Muhammad Asyroful Mujib, S.Si., M.Sc., Elan Artono Nurdin, S.Pd., M.Pd., Bejo Apriyanto, S.Pd., M.Pd., Kurnia Maulidi Noviantoro, S.Pd., M.Pd., M. Rizqon Al Musafiri, S.Pd., M.Pd., dan Alif Putra Lestari, S.Pd., M.Pd.
Dalam sambutan pemberangkatannya, Koordinator Program Studi (Korprodi) Pendidikan Geografi Universitas Jember, Prof. Dr. Sri Astutik, M.Si., menyatakan pentingnya kegiatan ini.
“Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menganalisis dan mengaplikasikan teori yang didapatkan di perkuliahan dengan kondisi lapangan sebenarnya. Sekaligus sebagai tahapan untuk mendapatkan pengalaman terkait kondisi lapangan dalam analisis ilmu geografi,” ujar Prof. Dr. Sri Astutik, M.Si.
Rangkaian KKL 3 ini mencakup empat lokasi strategis di Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan fokus kajian yang berbeda-beda.
Hari 1: Analisis Lingkungan Rawa Pening dan Inti Kota Semarang
Kunjungan hari pertama (29/10) berfokus di Rawa Pening, Jawa Tengah. Mahasiswa tidak hanya mengkaji kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, seperti kesejahteraan melalui wisata Kampung Rawa Pening, tetapi juga menganalisis kondisi geografis danau.
Data pendukung menunjukkan Rawa Pening merupakan danau tektonik yang menghadapi tantangan lingkungan serius, terutama sedimentasi tinggi dan invasi gulma eceng gondok yang masif. Mahasiswa mengamati langsung pemanfaatan perairan untuk keramba, spot pemancingan, serta pemanfaatan gambut rawa sebagai bahan dasar budidaya jamur tiram oleh masyarakat.
Perjalanan dilanjutkan ke Kota Lama Semarang. Di lokasi ini, mahasiswa menerapkan teori Geografi Desa-Kota, memfokuskan kajian pada dinamika wilayah inti kota (city core) yang dibangun pada masa kolonial Belanda dan hubungannya dengan wilayah penyangga (hinterland).
Hari 2: Mengkaji “Vulnerability Trap” di Sesar Lembang
Fokus bergeser ke geografi bencana dan geomorfologi pada hari kedua (30/10) saat mahasiswa mengunjungi Sesar Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Di lokasi ini, mahasiswa menganalisis kondisi morfostruktural pembentukan sesar dan proses morfogenesis denudasional yang membentuk bentang alam saat ini.
Kajian utama adalah fenomena vulnerability trap (jebakan kerentanan). Sesar Lembang merupakan sesar aktif sepanjang kurang lebih 29 km yang memiliki potensi gempa bumi signifikan, dengan magnitudo bisa mencapai 6,8 hingga 7,0 SR. Meskipun memiliki potensi bahaya tinggi, wilayah ini terus berkembang menjadi kawasan permukiman padat dan pariwisata. Mahasiswa mengkaji batuan di lokasi untuk mengidentifikasi jenis dan mineral penyusun, sekaligus menganalisis persepsi risiko masyarakat setempat.
Hari 3: Geografi Budaya di Kampung Naga
Pada hari ketiga (31/10), mahasiswa mendalami aspek geografi manusia dan budaya di Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. Observasi difokuskan pada kearifan lokal masyarakat adat yang masih mempertahankan budaya tradisional secara kuat.
Mahasiswa mengamati bagaimana masyarakat Kampung Naga menolak penggunaan listrik dan mempertahankan struktur bangunan rumah yang masih menggunakan material alami seperti batu dan kayu. Kajian ini juga menyoroti sistem sosial, terutama nilai gotong royong, yang masih berjalan dengan arif dan bijaksana di tengah modernitas.
Hari 4: Geomorfologi Vulkanik Kawah Putih
Sebagai penutup rangkaian KKL (1/11), mahasiswa mengunjungi Kawah Putih Ciwidey untuk mempelajari bentuk lahan asal proses vulkanik. Kawah Putih merupakan danau kawah yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha, sebuah gunung api tipe stratovolcano.
Mahasiswa menganalisis bagaimana kaldera hasil letusan terisi oleh air hujan dan bercampur dengan belerang, menghasilkan danau dengan tingkat keasaman (pH) yang sangat tinggi (sekitar 0,5 – 1,3). Kondisi ekstrem inilah yang menciptakan kondisi morfologi unik dengan warna air yang khas dan menjadi daya tarik utama geowisata di wilayah Ciwidey.
Kegiatan KKL 3 ini diharapkan dapat membekali mahasiswa dengan kemampuan analisis lapangan yang tajam, mempersiapkan mereka sebagai calon pendidik dan peneliti geografi yang kompeten.