Jember – Sembilan mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA dan satu mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember berhasil meraih pendanaan Program Mahasiswa Desa (Promahadesa) 2025. Mereka mengusung program inovatif bernama STOBY (Stove Briquette from Tofu Waste), sebuah inisiatif yang berfokus pada pengolahan limbah ampas tahu menjadi briket energi terbarukan, sambil memberikan edukasi krusial mengenai dampak pernikahan dini di Desa Kalianyar, Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso.
Tim ini terbentuk dari inisiatif kolektif mahasiswa angkatan 2022 yang memiliki minat besar terhadap pengabdian masyarakat, didorong oleh keinginan kuat untuk menjadi agen perubahan melalui program terstruktur yang didukung universitas. Lailiatul Qomariah (220210104083) memimpin tim ini, didampingi delapan anggota lainnya: Hilma Farilla, Nadya Arini Atmaja, Finandya Putri Hanifatun N., Fayza Dwi Ega Leonida, Defi Shofiyani, Febrianti Dwi Anggita, Arista Eka Kumalasari, dan Faridatul Aliyah. Latar belakang pendidikan tim, khususnya Pendidikan IPA, sangat selaras dengan program ini, membekali mereka dengan kompetensi ilmiah dan edukatif yang relevan untuk memadukan aspek pengolahan limbah dengan kampanye kesadaran sosial.
Program STOBY memiliki tujuan ganda: mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah tahu dan meningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya kaum perempuan, di Desa Kalianyar. Esensi utamanya adalah mengintegrasikan edukasi mengenai dampak pernikahan dini dengan pelatihan teknis pemanfaatan limbah lokal. Harapannya, program ini dapat menciptakan masyarakat yang lebih sadar, sehat, dan sejahtera secara berkelanjutan. Desa Kalianyar dipilih karena potensi industri tahunya yang besar, tetapi belum optimal dalam pengelolaan limbah serta menghadapi masalah sosial serius terkait tingginya angka pernikahan dini dan kasus pembatalan pernikahan. Tim berharap program ini mampu mengatasi masalah mental dan ekonomi masyarakat secara terintegrasi.
Proses identifikasi masalah dan perumusan ide program dilakukan melalui survei lapangan, wawancara langsung dengan perangkat desa, serta observasi mendalam terhadap lingkungan dan limbah tahu di Kalianyar. Diskusi intensif dengan dosen pembimbing juga menjadi bagian krusial. Tim menghadapi beberapa tantangan dalam merancang program, termasuk kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap potensi limbah tahu, rendahnya kesadaran akan dampak pernikahan dini dan isu kesehatan mental, serta keterbatasan alat produksi yang sederhana dan terjangkau. Menyesuaikan pendekatan dengan budaya lokal yang masih kuat terhadap perjodohan juga menjadi tantangan yang harus diatasi.
Proposal STOBY berhasil lolos pendanaan karena menonjolkan isu nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat (pernikahan dini), menghadirkan solusi inovatif berbasis sains dan potensi lokal (briket limbah tahu), serta menggabungkan aspek edukatif, lingkungan, dan ekonomi secara menyeluruh. Adanya rencana luaran konkret seperti HKI, artikel jurnal, buku panduan, dan video edukatif turut memperkuat proposal mereka. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran Drs. Sri Wahyuni, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing, yang mendampingi proses perumusan program, memberikan arahan ilmiah dan teknis, serta membantu dalam perizinan dan evaluasi program secara berkala.

Program STOBY direncanakan akan dimulai pada Maret 2025 dan berlangsung hingga Agustus 2025, mencakup tiga tahapan utama: pra-program, pelaksanaan, dan pasca-program. Mekanisme implementasi akan meliputi penyuluhan edukatif bagi masyarakat (terutama ibu-ibu) tentang dampak pernikahan dini dan pemanfaatan limbah, pelatihan praktis pembuatan briket, serta penyediaan alat produksi sederhana. Pihak yang akan dilibatkan adalah pemerintah desa, ibu-ibu rumah tangga sebagai kelompok sasaran, dan kepala desa sebagai mitra koordinasi.
Tim berharap program ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapan mental dalam pernikahan, memberdayakan ekonomi keluarga melalui produksi briket, dan mengurangi pencemaran lingkungan di Desa Kalianyar. Bagi tim sendiri, program ini diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata dalam pengabdian masyarakat berbasis keilmuan dan menjadi pemicu semangat untuk terus berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. “Sebagai mahasiswa Pendidikan IPA, kita memiliki modal ilmu yang tidak hanya relevan di ruang kelas, tapi juga sangat dibutuhkan di tengah masyarakat,” pesan Lailiatul Qomariah. “Jangan takut untuk turun ke lapangan dan menghadirkan perubahan nyata. Melalui program seperti Promahadesa, kita bisa belajar, berkontribusi, dan menjadi agen perubahan yang berdampak langsung.”